Pages

Jumat, 10 Juni 2011

oohh Kawan ...

Aku sering mendapat cerita dari orang-orang, mereka berkata tuhan menciptakan hambanya dengan rupa yang beda, namun tuhan menularkan sifatnya kepada hambanya sifat penyayangnya, pengasih, bijaksana, dan pemerhati.
Ya, aku tau tuhan menciptakan manusia dengan rupa yang berbeda-beda karena memang tak satu pun ku temukan wajah yang sama, termasuk “Dia” hingga aku tetap bisa mengingat bagaimana bentuk wajah itu.. , tapi, aku mulai bertanya.. kemana sifat yang tuhan salurkan itu? Tak kutemukan didalam dirinya, tidak sama sekali. Apa karena “Dia” memang tak mampu mewarisi itu, ataukah aku yang memang tak bisa melihatnya. Sungguh. Ingin rasanya aku melihat dan merasakannya.
Kemarin, hari pun sama. Tak ada yang berubah menjadi pelipur lara. Ingin rasanya pergi dan meninggalkan karena apa yang menjadi keinginan tak terbalaskan disana, tapi tuhan tetap tidak mengizinkan, tuhan tetap beranggapan bahwa diri ini mampu untuk bertahan, aku ingin bebas terbang tanpa batas.
Selalu ku bertanya kepada tuhan di setiap do’aku yang berbalut keintiman denganNya. Tuhan, kenapa aku tetap berikat dengan “Dia”? apakah ini caramu untuk meridhoi aku?.
Tuhan maha mengetahui apa yang menjadi keluh kesah hambanya, begitu lah mereka menjelaskan kepada ku atas semua pertanyaanku kepada tuhan yang kuceritakan kepada mereka. Aku bertanya lagi, bila tuhan mengetahui dan mengerti semuannya. Kenpa tuhan tidak membiarkan aku lepas? Apa tuhan tudak tau bahwa aku sangat tersiksa dan tertekan dengan ini semua?. Tidak maksudku untuk mengingkari nikmatNya, tapi nikmat ini begitu sulit aku pahami dan maknai, mungkin bahkan terlalu sulit. Dan sangat sulit. Mereka juga berkata tuhan tidak akan menguji makhluknya diluar batas kemampuan makhluk itu sendiri. Oh Tuhan… sungguh. Rasanya aku tak mampu lagi dengan keadaan dan ikatan ini, masihkah kau percaya bahwa aku mampu menjalani semua sedangka kau sudah setiap hari melihatku dan mendengar tangisanku tiap malam-malam kelamku?. Sungguh aku tak sanggup. Tak berhenti mereka menjelaskan kepada ku mereka berkata lagi, tuhan mengetahui mana hal-hal yagn terbaik untukmu. Tuhan ini hal yang terbaik itu? Sedang aku tersiksa batin, dan batuk tak tertahankan karena seesak didadaku?
Sungguh. Tak adil, sedang orang diluar sana, orang yang aku yakin tak lebih baik dariku tak pernah bisa merasa apa yang sedang aku rasa karena Kau memang melarang rasa itu hadir di hati orang-orang itu. Sungguh, aku iri. Apa salahku? Hingga sakit ini tak kunjung berkurang dan hilang. Hilang? Tidak. Berkurangpun tidak. Aku lelah. Habis rasanya air mataku untuk menangis, sedang peipur lara tak kunjung menghampiri. Letih, penat sekali pikiran ini, hingga rasanya aku tak mau berpikir apa-apa lagi, sedang “Dia” tak kunjung berubah. Sudahlah Tuhan, aku menyerah. Terserah apa mauMu sekarang, atau Kau cabut saja nyawaku, biar aku tak merasa apa-apa, karena rasaku sudah mati sejak lama.



*Tulisan ini terinspirasi ketika aku ingat sebuah masalah dari seorang kawan

Jogja..
Mei, 2011

Jumat, 10 Juni 2011

oohh Kawan ...

Aku sering mendapat cerita dari orang-orang, mereka berkata tuhan menciptakan hambanya dengan rupa yang beda, namun tuhan menularkan sifatnya kepada hambanya sifat penyayangnya, pengasih, bijaksana, dan pemerhati.
Ya, aku tau tuhan menciptakan manusia dengan rupa yang berbeda-beda karena memang tak satu pun ku temukan wajah yang sama, termasuk “Dia” hingga aku tetap bisa mengingat bagaimana bentuk wajah itu.. , tapi, aku mulai bertanya.. kemana sifat yang tuhan salurkan itu? Tak kutemukan didalam dirinya, tidak sama sekali. Apa karena “Dia” memang tak mampu mewarisi itu, ataukah aku yang memang tak bisa melihatnya. Sungguh. Ingin rasanya aku melihat dan merasakannya.
Kemarin, hari pun sama. Tak ada yang berubah menjadi pelipur lara. Ingin rasanya pergi dan meninggalkan karena apa yang menjadi keinginan tak terbalaskan disana, tapi tuhan tetap tidak mengizinkan, tuhan tetap beranggapan bahwa diri ini mampu untuk bertahan, aku ingin bebas terbang tanpa batas.
Selalu ku bertanya kepada tuhan di setiap do’aku yang berbalut keintiman denganNya. Tuhan, kenapa aku tetap berikat dengan “Dia”? apakah ini caramu untuk meridhoi aku?.
Tuhan maha mengetahui apa yang menjadi keluh kesah hambanya, begitu lah mereka menjelaskan kepada ku atas semua pertanyaanku kepada tuhan yang kuceritakan kepada mereka. Aku bertanya lagi, bila tuhan mengetahui dan mengerti semuannya. Kenpa tuhan tidak membiarkan aku lepas? Apa tuhan tudak tau bahwa aku sangat tersiksa dan tertekan dengan ini semua?. Tidak maksudku untuk mengingkari nikmatNya, tapi nikmat ini begitu sulit aku pahami dan maknai, mungkin bahkan terlalu sulit. Dan sangat sulit. Mereka juga berkata tuhan tidak akan menguji makhluknya diluar batas kemampuan makhluk itu sendiri. Oh Tuhan… sungguh. Rasanya aku tak mampu lagi dengan keadaan dan ikatan ini, masihkah kau percaya bahwa aku mampu menjalani semua sedangka kau sudah setiap hari melihatku dan mendengar tangisanku tiap malam-malam kelamku?. Sungguh aku tak sanggup. Tak berhenti mereka menjelaskan kepada ku mereka berkata lagi, tuhan mengetahui mana hal-hal yagn terbaik untukmu. Tuhan ini hal yang terbaik itu? Sedang aku tersiksa batin, dan batuk tak tertahankan karena seesak didadaku?
Sungguh. Tak adil, sedang orang diluar sana, orang yang aku yakin tak lebih baik dariku tak pernah bisa merasa apa yang sedang aku rasa karena Kau memang melarang rasa itu hadir di hati orang-orang itu. Sungguh, aku iri. Apa salahku? Hingga sakit ini tak kunjung berkurang dan hilang. Hilang? Tidak. Berkurangpun tidak. Aku lelah. Habis rasanya air mataku untuk menangis, sedang peipur lara tak kunjung menghampiri. Letih, penat sekali pikiran ini, hingga rasanya aku tak mau berpikir apa-apa lagi, sedang “Dia” tak kunjung berubah. Sudahlah Tuhan, aku menyerah. Terserah apa mauMu sekarang, atau Kau cabut saja nyawaku, biar aku tak merasa apa-apa, karena rasaku sudah mati sejak lama.



*Tulisan ini terinspirasi ketika aku ingat sebuah masalah dari seorang kawan

Jogja..
Mei, 2011